“kubuka album biru....penuh debu dan
usang......”
Lagu itu mengalun sempurna dari
handphone ku, membuka lembaran-lembaran memori masa lalu. Mengingatkan aku pada
sosok seorang wanita penyabar dan tegar. Sifatnya hangat bagai mentari. Tak terasa
basahlah mataku oleh butiran-butiran air mata.
Dulu, saat aku sedih wanita itu datan
menghampiriku, membawakanku segelas teh hangat, menenangkanku dengan sentuhan
kasihnya. Saat aku bahagia dia selalu mewejangiku dengan mutiara-mutiara abadi
dari mulutnya. Mendengarkan suaranya saja sangat menenangkan. Huuh!!! Aku ingat
betul dua tahun yang lalu, seorang lelaki yang selama ini menjadi tulang
punggung keluarga pergi. Dia mencampakkan kami, dia pergi entah kamana.
Perhiasan ibu dan surat-surat tanah dibawanya.
“ayah, mau kemna?” kata ibu.
“nduk, gapailah cita-citamu setinggi
langit” itulah kalimat yang sering ia katakan, “nduk, belajarlah yang rajin
jangan seperti ibumu ini, Cuma ada ijasah SMP gak bisa kerja apa-apa. jangan
lupa sholat juga” kalimat itulah yang menjadi selingan wejangannya.
Siang itu aku pulang dengan ceria,
dengan senyum mengembang dan sedikit berdendang. “pasti ibu senang mendengar
kabar bahagia ini. Tiba-tiba.....
“Caca-caca, cepet kamu ke rumah sakit
ibumu masuk rumah sakit” suara bu Mega tetangga sebelah mengagetkan ku. Segera aku
pergi dengan sepeda motor butut yang aku peroleh dari uang jerih payahku dan
tabunganku.
Ibu tak pernah bercerita bahwa ia
sakit, tepatnya kangker otak stadium empat. Saat itu aku tak bisa melakukan
apa-apa. yang kulaukan hanyalah menangis. Ditengah keterbatasan hidup, kami
tidak pernah berfikir akan terjadinya penyakit mematikan ini diantara kami.
“nona, tidak ada pilihan lain, hidup
ibu nona hanya tinggal tiga hari lagi” diaknosa dokter mengatakan seperti itu.
Tak mungkin, ibu akan bertahan hingga aku menjadi orang yang sukses. Melihatku
menggapai mimpi-mimpiku.
Kini!! 31 Desember 2012
Langit kota Sydney malam hari,
gemerlap bintang di langit. Terlihat wajah tegar ibu diantara triliunan
bintang. Ibu aku baik-baik saja. Di sini, aku akan mewujudkn permohonanmu. Aku
akan petuhi wejanganmu di sini. Sayang, kau tak sempat mendengar kaber bahagia
itu. Tapi, aku yakin kau dapat melihat aku di sini. Walau kau telah pergi
namun, cahayamu kan tetap abadi. Di sini, si hatiku.
No comments:
Post a Comment