Oleh : Dewinta Intan
Hari masih terlalu pagi untuk
berangkat ke sekolah. Diana sedang menghirup teh di balkon rumahnya. Ia
mengenakan seragam batik dan rok putih. Dapat dipastikan yang ia kenakan adalah
seragam murid SMA. Diana sedang memperhatikan sepasang burung yang berkicau di
halaman depan rumahnya. Dengan di temani teh buatan ibunya, ia bisa membuat
dirinya begitu santai dan siap untuk memulai harinya.
"Ah... Masih pukul 06.00,"
gumamnya.
Ia pikir masih ada waktu seperempat
jam untuk duduk di balkon dan membaca buku pelajaran. Tiba - tiba Diana
teringat dengan kewajibannya. Ia segera memasukkan bukunya. Sekarang ia siap
berangkat ke sekolah.
***
Di depan tampak sebuah sekolah yang
ramai. Seorang laki - laki dengan kemeja batik biru sederhana berdiri tegak di
depan gerbang sekolah. Laki - laki sederhana itu tersenyum arif. Diana pun
membalasnya dan kemudian masuk menuju kelasnya.Pada saat menaiki tangga ia
mendengar suara candaan teman - temannya. Seperti biasa, mereka terlihat sibuk
mengerjakan tugas sekolah.
“Teeettttt.....," bel berbunyi.
Tanda pelajaran akan di mulai. Terlihat sosok guru yang anggun memasuki kelas
Diana.
"Anak - anak, hari ini sebelum
pelajaran di mulai, ibu akan membagikan rapor sisipan. Untuk itu kalian maju ke
depan sesuai nomor absen."
Satu persatu murid pun maju ke depan
untuk mengambil rapor. Diana merasa resah menunggu nomor urutannya. Beberapa
menit kemudian, kini giliran Diana yang maju. Ia memegang erat rapornya
itu.Diana pun membukanya perlahan. Tiba - tiba ia meneteskan air mata melihat
nilainya. Ia benar - benar merasa kecewa dengan dirinya sendiri.
****
Sepulang sekolah Diana termenung di
dalam kamarnya. Ia mengingat kembali apa yang telah terjadi. Meskipun
perempuan, Diana terpilih menjadi ketua OSIS di sekolahnya. Dari situ ia mulai
sibuk, dan sulit membagi waktu. Di samping itu, ia juga menjabat sebagai Ketua
Karang Taruna di desanya.
Sempat terlintas di fikirannya untuk
keluar dari organisasinya tersebut. Ia ingin fokus pada sekolahnya dan meraih
prestasi. Namun, setiap kali ia berniat melakukannya, niatnya selalu gagal. Bukan
tanpa alasan ia tidak bisa berhenti dari organisasi. Itu di karenakan ia sudah
mendapat kepercayaan dari teman - teman organisasinya. Bagaimanamungkin ia
egois keluar, sementara teman - temannya berjuang untuk organisasi sekolah.
"Meong...meong,"suara
kucing menyadarkan lamunannya.
"Eh puss, sini ayo sama
aku," ajaknya.
Diana pun menggendong kucing tersebut. Baginya,hanya yuppi, kucing
peliharaannya yang dapat ia percaya mendengarkan curahan hatinya.
***
Keesokan harinya, Pada mading sekolah
terpasang pengumuman lomba kedokteran. Diana sangat senang mengetahui hal itu
dan berniat mengikutinya.Namun, permasalahannya pelaksanaan lomba bertepatan
dengan kegiatan yang hendak di laksanakannya. Ia pun terdiam sejenak memikirkan
hal itu.
"Whooa...,"tiba - tiba dari
belakang seorang teman mengagetkannya
"Kamu apaan sih Ren ngagetin
aja," gerutu diana
"Iya maaf deh. Eh, kamu mau ikut
lomba ini?"
"Belum tau. Aku masih bingung sempet
apa engga ikutan ini."
"Udah ayo ikut aja, sekelompok
sama aku."
"Aku fikirkan dulu deh."
"Yasudah kalau begitu."
Rena pun pergi meninggalkannya. Diana
sangat kebingungan memutuskan hal ini. Ia pun mengabaikannya dan pergi mengurus
kegiatannya lagi.
***
Hari - hari Diana bulan ini di penuhi
kesibukan. Mulai dari tugas sekolah, ulangan harian, dan kegiatan
organisasinya. Karena itulah ia sering pulang malam dan tidak sempat belajar. Meskipun
ia mempunyai banyak anggota yang seharusnya dapat membantu ia dalam kegiatan, namun
ternyata tidak. Nyatanya,dalam berbagai kegiatan Diana selalu turun tangan.
***
Suatu ketika, Diana sedang
menjalankan program kerjanya. Kegiatan ini sangat besar, sehingga menguras
tenaga dan fikirannya. Permasalahan kemudian muncul saat ia merasa kelelahan
mengerjakan semua keperluan kegiatannya sendirian. Padahal anggotanya yang lain
tidak mempedulikannya. Diana tiba - tiba marah, dan langsung menemui sahabatnya
Radit.
"Kenapa aku sebodoh ini, aku
ketua tapi aku yang mengerjakan semua ini sendiri. Sementara anggotaku tidak
peduli sama sekali. Lantas, untuk apa aku bertahan di organisasi ini demi mereka."
ketus Diana.
"Ada apa ini? Kau datang
langsung memarahiku? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Radit kebingungan.
"Maafkan aku..."ucap Diana
sembari menangis.
"Jangan menangis. Coba jelaskan
baik - baik kepadaku. Mungkin aku bisa membantu." jawab Radit
menenangkannya.
"Aku merasa lelah, dit. Aku
mengorbankan nilaiku di sekolah untuk organisasi ini. Tapi kenapa anggotaku
tidak memperdulikanku sama sekali. Aku selalu mengerjakan kegiatan ini sendiri.
Aku juga yang selalu di repotkan. Bukan hanya itu saja, setiap ada rapat mereka
selalu absen dengan alasan banyak tugas sekolah. Apa mereka kira aku tidak? Aku
bersabar selama ini untuk mereka, tapi ini balasannya."
"Sudahlah, iya aku
mengerti. Kamu tenangkan dirimu dahulu, kemudian berpikirlah dengan
jernih."
"Tidak dit. Keputusanku sudah
bulat. Aku ingin keluar dari organisasi ini dan fokus ke sekolahku. Aku tidak
ingin di manfaatkan seperti ini."
"Kamu tidak sedang di
manfaatkan. Masalah ini seharusnya membuatmu semakin lebih baik. Coba koreksi
dirimu sendiri, apakah kamu sudah menjadi ketua dengan benar. Hingga kamu malah
merasa di manfaatkan."
"Lalu apa yang harus aku
lakukan. Aku ingin jadi bintang kelas lagi. Aku ingin ikut perlombaan dan
berprestasi seperti temanku yang lain. Aku hanya perempuan biasa, aku bisa
apa."
"Justru itulah kelebihanmu dari
teman yg lain. Tunjukin kalau dengan kamu ikut organisasi, prestasimu tetap
meningkat. Kamu seharusnya memecahkan masalah ini bukan melarikan diri seperti
ini."
Diana hanya menangis mendengar ucapan
Radit. Sementara Radit langsung meninggalkannya.
Hingga larut malam Diana tidak bisa
tidur. Ia mengingat ucapan Radit pada sore itu. Ia pun bangkit dari tidurnya
dan mengambil alat tulis.
"Radit benar aku yang salah, aku
tidak seharusnya seperti ini." ucapnya dalam hati.
Diana pun menulis semua kegiatanya. Kemudian membuatnya
menjadi jadwal yang runtut. Diana juga membuat aturan untuk dirinya sendiri.
Jika ia melanggar jadwal yang ia buat maka ia akan di kenakan denda. Denda itu
sendiri bertujuan agar Diana sempat menyisihkan uangnya.
Sejak malam itu Diana berjanji akan
memulai hidup yang teratur dan disiplin. Meskipun ia tau, hal itu sangat sulit
di lakukan. Tapi Diana yakin dapat melakukannya.
***
Pagi harinya, Diana sangat
bersemangat ke sekolah untuk menemui Radit. Ia berlari dari gerbang sekolah
untuk mengejar Radit.
"Radit...." panggil diana
dari kejauhan.
Radit pun menoleh dan berjalan kearahnya.
"iya din? Ada apa ?"tanya
Radit.
"Dit, terimakasih untuk yang
kemarin ya."
"Oh yang kemarin itu ya. Tidak
masalah, sesama teman memang harus mengingatkan." sembari tersenyum pada
Diana.
"Tapi.... maaf, aku selalu
merepotkanmu dit."
"Ahh tidak, jangan merasa
begitu. Sudah ayo kita ke kelas." radit pun menarik tangan Diana dan
mereka berjalan beriringan menuju kelas.
***
Kenaikan kelas pun tiba. Diana
terlihat tegang sekali. Ia takut mengecewakan ke dua orangtuanya. Setelah
menunggu beberapa lama, Ibu Diana pun keluar dari kelas dan menghampirinya.
"Sayang, ini rapormu. Coba kamu
lihat sendiri bagaimana hasilnya." ucap ibu Diana tersenyum sambil
menyerahkan rapor itu kepadanya
Diana takut sekali melihat hasil
rapornya. Perlahan ia melihat nilainya dengan perasaan tidak percaya. Ternyata
nilainya tidak mengecewakan. Walaupun tidak menjadi bintang kelas, ia masih
dapat masuk 3 besar di kelasnya. Sekarang Diana sadar, sibuk Organisasi bukan
alasan ia tidak dapat meraih prestasi. Nyatanya, hari ini Diana masih bisa
meraih juara. Meskipun untuk menyeimbangkan ke duanya ia harus berusaha
keras. Tapi, jika ia berhasil maka hasilnya akan lebih berkesan.
****
Dari hari itu, sekarang Diana menjadi
Ketua Osis yang lebih baik lagi. Ia menjadi lebih tegas kepada anggotanya
sehingga ia tidak merasa di manfaatkan lagi. Prestasinya di sekolah dan luar
sekolah semakin meningkat. Ia meraih juara olimpiade fisika se-provinsi. Kini
sosok Diana dikagumi di sekolahnya.
No comments:
Post a Comment