“ Menjemput Impian “
|
Pagi itu Danu di
dalam kamarnya yang tampak berantakan dan tak rapi tampak bermalas-malasan di
tempat tidurnya. Jam weker yang berada di atas meja belajarnya telah
menunjukkan pukul delapan pagi. Ia malah tampak menguap saja berkali-kali tanpa
menghiraukan matahari yang telah menjulang tinggi.
“Dan…bangun, bangun,
bangun, sampai di panggil berkali-kali oleh ibunya, Danu tetap saja tidak
bangun. Akhirnya Danu!” teriak Bu Fatimah membangunkan Danu.
Akan tetapi Danu
tetap saja teguh dengan pendiriannya untuk tetap menikmati tidurnya bagaikan
menikmati surga di alam bawah sadarnya. Pada saat itu ia merasa telah menjadi
seorang raja yang kaya raya dan mempunyai banyak permaisuri yang senantiasa
dikawal oleh pengawal yang kekar badannya yang selalu siap menjaga kapan pun
dan di mana pun ia pergi. Sesaat ia tengah jalan-jalan dengan salah satu
permaisurinya yang begitu mempesona.
“Duh, sungguh nikmat
serta beruntunglah akau mendapatkan seorang permaisuri yang begitu cantik dan
mempesona.” Begitulah kata-kata Danu dalam hatinya.
Di tengah-tengah
perjalanan, tiba-tiba hujan menguyur mereka berdua sehingga basah kuyup.
Mendadak sang permaisuri marah kepadanya tanpa sebab. Karena tak kuat dengan
rasa dingin dan marahnya dari permaisuri, Danu pun mulai perlahan-lahan membuka
matanya. Saat terbagun ia sudah basah kuyup seluruh tubuhnya. Ternyata Bu
Fatimah telah menyiram Danu dengan seember air sambil marah-marah.
“Aduh, Bu’….Ibu ini
gimana tho? Kok Danu disiram air, kan dingin Bu.”
“Oalah, le, le, dasar
anak nggak tahu diri! Sekarang ini sudah jam berapa?”
“Baru aja jam
setengah Sembilan, kan masih pagi Bu…” wong nanti masuk kuliahnya jam setengah
sepuluh.”
“Jam setengah
Sembilan kamu bilang masih pagi? Dasar bocah malas! Mau jadi guru macam apa ,
kalu bangunnya siang terus, bisa-bisa berangkat ngajar para muridmu telat. Ayo
cepat bangun, terus siap-siap untuk berangkat kuliah biar nanti nggak telat.”
Keluarga Danu memang
tergolong keluarga yang standard dalam kekayaannya. Bu Fatimah merupakan seorang
Guru di Sekolah Dasar, Pak Budi Guru di SMP di kecamatannya, untuk kakanya yang
bernama Sulasmi sekarang sudah selesai kuliah S1 nya, dan mengajar di sebuah
SMA di daerah kabupaten, sedangkan untuk Danu sendiri masih kuliah pada tingkat
akhir dan setahun lagi dia lulus dari perkuliahanya. Benar-benar keluarga yang
guru sejati.
Sewaktu sampai di
kampus, ternyata Dosen yang mengampu mata kuliah hari itu tidak hadir karena
sakit, dan digantikan oleh dosen lain. Dosen yang mengantikan adalah Prof.
Suranto, beliau merupakan Guru besar di fakultas yang diambil oleh Danu. Tetapi
pada saat itu Prof. Suranto tidak memberikan materi, tetapi beliau bercerita
yang bertujuan untuk memotivasi saya dan teman-teman.
Danu tampak berpikir
sejenak tentang cerita yang disampaikan oleh Prof. Suranto. Satu jem kemudian
perkuliahan telah selesai, sebelum menutup perkuliahan tersebut ada kalimat
yang diucapkan oleh Prof. Suranto. ” Semoga kalian sukses” dengan serempak
semunya menjawab “Amiiiiiiin”.
Sesampainya di rumah
pun Danu masih saja terus memikirkan tentang cerita yang disampaikan tadi oleh
Prof. Suranto. Hari itu ia malamun sampai larut malam sejak pulang dari kuliah
tadi siang. Bu Fatimah menjadi heran dengan melihat tingkah laku Danu yang
tidak biasanya itu.
“Ada apa tho le? Dari
tadi ibu lihat kamu kok melamun terus? Apa ada masalah? Kalau ada masalah
bicara sama ibu, barangkali Ibu bisa bantu.”
“Nggak ada masalah
kok , Bu. Danu Cuma berpikir aja, bagaiman caranya Danu bisa seperti orang yang
diceritakan oleh Prof. Suranto tadi pas kuliah. Cerita tersebut menceritakan
bahwa ada orang yang sukses menjadi guru yang telah diimpikannya, padahal
tadinya orang itu malas saat kuliahnya. Orang tersebut menjadi rajin karena
sebelum ibunya meninggal beliau menginginkan anaknya sukse kelak.”
“Gitu Bu ceritanya”.
Mendengar cerita itu Ibunya malah senyum-senyum sendiri.
“Ibu ini gimana tho,
katanya bisa bantu? Kok malah senyum-senyum sendiri? Apa Ibu nggak ingin
anaknya berubah nggak jadi malas lagi?. Bukannya mengejek le, tapi bener apa
yang diceritakan oleh Profmu itu ada benarnya.
“Bukannya kamu
memimpikan ingin menjadi guru yang sukse?” ia Bu, saya ingin menjadi Guru yang
sukses, Jawab Danu. Makanya ubahlah kebiasaanmu saat ini yang tadinya malas
menjadi rajin, dan mulai sekarang jemput impianmu menjadi guru yang sukses dan
tidak malas.”
Pagi ini rasanya
tidak seperti biasanya. Entah angin apa yang membawa Danu hingga pagi-pagi
sekali Danu sudah bangun dari tempat tidurnya. Pukul tujuh ia sudah siap-siap
untuk berangkat kuliah, sambil duduk-duduk ia membayangkan ia menjadi guru yang
sukses seperti yang selalu ia bayangkan.
“lo, le kok malah
duduk-duduk aja? Sana berangkat kuliah, bukanya kamu ingin berubah dan
menjemput impianmu menjadi guru yang sukses?”
“Oke, Bu! Danu siap
berangkat dan menjemput impian Danu.” Tapi Bu, sebelumnya uang saku dulu,
he,he,he…..
No comments:
Post a Comment