Matahari
pagi berbaik hati menghangatkan hari. Adela dan Destin berjalan tergesa-gesa
menemui Dinda yang kemarin mereka kunci di gudang sekolah. Setiba di depan
gudang, mereka menemui pintu gudang yang terkuak lebar. Gudang kosong.
Adela
dan Destin menemui Nancy. Mereka menyangka Nancy yang membukakan pintu gudang
untuk Dinda. Tetapi Nancy menjawab tidak. Ketoga gadis itu mencegat Dinda di
lapangan. Mereka bertanya tentang orang yang telah membukakan pintu gudang
untuk Dinda. Dinda menggeleng gugup sambil melirik kea rah Pak Jimun.
Keriuhan
yang sama dengan kemarin semakin terdengar ketika Grace memasuki kelas 3A.
wanita yang pertama kali mengajar itu membenturkan penghapus papan ke meja.
Sontak Grace mendapatkan perhatian. Adela menatap Grace dengan mata menyala.
Pandangan Grace berhenti pada bangku kosong di depan. Padahal taka da siswa
yang absen. Grace menyuruh Dinda yang duduk di bangku paling belakang untuk
duduk di bangku kosong itu. Dinda berkata bahwa bangku itu memang dibiarkan
kosong. Grace tidak suka murid yang membantah. Dinda duduk di bangku kosong
itu. Grace memulai pelajaran.
Dinda
terlamun dalam pikiran kosong. Tiba-tiba seisi kelas berubah, Dinda semakin
tidak mengerti. Semua temannya bukan teman Dinda, bahkan guru yang mengajar
bukanlah Bu Grace. Semuanya diam. Sunyi, Dinda menyadari bahwa semua murid
mulutnya di jahit. Dinda menggeleng-nggeleng. Tidak pernah Dinda mengeluarkan
air mata sebanyak itu. Menutup wajah dengan terisak. Badannya menggigil. Dinda membuka
matanya dan menjerit keras, memukul-mukul meja. Grace bertanya-tanya semakin
tak mengerti tentang apa yang terjadi dengan Dinda. Dinda malah berlari
memutari ruangan, mengacak-acak seisinya. Lima anak segera menangkap Dinda.
Dinda mengibaskan semuanya dengan mudah. Lima anak terpental itu tiba-tiba
berlaku aneh, salah satunya menari diatas meja. Tiga dari mereka berjalan
menabrak tembok seakan ingin menembus tembok. Beberapa anak berusaha
menghentikan kejadian dalam kelas itu. Seperti halnya tadi lima orang, beberapa
anak lain melakukan kegilaan-kegilaan lain, bahkan ada yang mengoceh dengan
bahasa asing. Suasana kelas berubah. Tak terkendali. Grace mundur selangkah
demi selangkah. Sementara itu Dinda semakin liar, dia melempar kursi keluar
jendela. Anak-anak lain yang tidak ikut dalam kegilaan berlari keluar kelas dan
meminta penjelasan Grace. Tiba-tiba Pak Jimunyang menggenggam kitab suci
datang. Dinda melemparkan kursi ke lemari belakang. Sesaat setelah itu satu per
satu anak tumbang. Bebrapa diantara mereka muntah-muntah sebelum roboh. Dinda
jatuh paling akhir setelah melolong panjang. Tubuhnya menelungkup di bangku
kosong. Sunyi. Bulir keringat di dahi Grace terjatuh.
No comments:
Post a Comment